THE FIRST EDITION



KEJORA; MESKI HANYA PENDAR, TAPI MENYEJUKKAN ….

“Jangan pernah takut untuk bermimpi!” Begitu seorang bijak pernah mengungkapkan. Ya, tak ada yang perlu ditakutkan dari sebuah mimpi, karena hari tidak selamanya malam. Mimpi yang menakutkan sekalipun pasti akan berakhir ketika kita terjaga dan menyadari bahwa apa yang kita alami hanyalah mimpi belaka. Maka, betapa pun buruknya sebuah mimpi, ia tetaplah mimpi. Ada manusia yang berusaha mengejar mimpinya, lalu mendapatkannya. Ada yang menyerah dan membuangnya dalam sampah sejarah. Ada yang hanya diam dan membiarkannya tergelatak menjadi serpih kenangan dalam sisa hidupnya.

Tetapi ada satu entitas yang sering kita lupakan, padahal cukup menyejukkan. Sejuk yang sejatinya kita harapkan saat meneguk mimpi-mimpi yang pahit dan tiba-tiba kita tersadar dari buaian panjang yang melelahkan. Dialah KEJORA, bintang yang sesekali datang ketika fajar menjelang. Ia datang hanya dengan pendar, tapi benar-benar menyejukkan kala dipandang.

Inilah kemudian yang mengilhami segenap AwakRedaksi memberi nama buletinnya dengan nama KEJORA, dengan menggelantungkan seberkas asa bahwa bulletin yang ada di genggaman pembaca ini dapat memberikan arti dan kesadaran baru, entah apapun bentuk kesadaran itu. Setidaknya, upaya ini merupakan langkah awal untuk terus mengukuhkan eksistensi Angkatan 2006 secara khusus dan PMII Surabaya Selatan secara umum. Meminjam istilah Lau-Tsu, sang Pujangga Cina itu, bahwa perjalanan seribu mil pun pasti dimulai dengan langkah pertama.

Tetapi, ini bukan sekedar retorika apologetik untuk meyakinkan orang lain bahwa singkong yang kita makan adalah keju, melainkan dengan mengajak semuanya untuk sama-sama berpikir guna mencari solusi permasalahan mengapa yang kita makan adalah singkong. Itulah yang kemudian jadi pijakan idealitas di internal angkatan ’06 untuk terus berbenah diri dan mengeksplorasi eksistensi. Sebab, meminjam analogi Fahri dalam “Ayat-Ayat Cinta”, organisasi memang ibarat api unggun yang selalu membutuhkan kayu-kayu bakar baru untuk menjadikan sang api terus menyala.

Maka tataplah lekat-lekat ufuk kaki langit di ujung timur sana, ketika titik-titik embun luruh di patahan subuh. Ada denyar-denyar kekalutan yang tak dapat kita jelaskan, tapi benar-benar kita rasakan. Saat itulah KEJORA datang, merinaikan geletar rasa yang terhempas dalam jiwa.

Selamat membaca ...






Baca Selengkapnya......